Pages

Subscribe:

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Pages

Ads 468x60px

Search This Blog

Featured Posts

Rabu, 05 Oktober 2011

Mahram Bukan Muhrim

Mahram, bukan Muhrim
Mirip dengan mahram, kita juga sering mendengar istilah muhrim, yang asal katanya sama-sama dari kata haram. Namun makna muhrim adalah orang yang sedang melakukan ibadah ihram, di mana baginya diharamkan untuk memakai parfum, mencabut rambut, membunuh bintangan atau berburu dan perbuatan lain.
Sedangkan istilah muabbad bermakna abadi, berkesinambungan, terus-terusan, un-limted atau selamanya. Dan makna ghairu muabbad adalah lawannya, yaitu untuk sementara waktu, temporal, limited dan terbatas waktunya. Sewaktu-waktu bisa berubah keadaannya.
Maka bila kedua istilah itu kita padukan menjadi mahram muabbad, artinya adalah hubungan kemahraman yang bersifat abadi, seterusnya, tidak akan pernah berubah dan selama-lamanya. Sedangkan mahram ghairu muabbad adalah lawannya, yaitu hubungan kemahraman yang bersifat sementara, temporal, sewaktu-waktu bisa saja berubah dan tidak abadi.
Para ulama telah menyusun daftar hubungan kemahraman yang muabbad dan yang ghairu muabbad sebagai berikut:


1. Mahram Muabbad 
Mereka yang termasuk mahram selama-lamanya bisa dibagi menjadi dua kategori. Pertama karena hubungan nasab (keturunan). Kedua, karena hubungan persusuan.
1.1.. Mahram karena Nasab
• Ibu kandung dan seterusnya ke atas seperti nenek, ibunya nenek.
• Anak wanita dan seteresnya ke bawah seperti anak perempuannya anak perempuan.
• Saudara kandung wanita.
• `Ammat/ Bibi (saudara wanita ayah).
• Khaalaat/ Bibi (saudara wanita ibu).
• Banatul Akh/ Anak wanita dari saudara laki-laki.
• Banatul Ukht/ anak wnaita dari saudara wanita.
1.2. Mahram karena Mushaharah
Sedangkan kemahraman yang bersifat sementara adalah kemahraman yang terjadi akibat adanya pernikahan. Atau sering juga disebut dengan mushaharah (besanan/ipar). Mereka adalah:
• Ibu dari isteri (mertua wanita).
• Anak wanita dari isteri (anak tiri).
• Isteri dari anak laki-laki (menantu peremuan).
• Isteri dari ayah (ibu tiri).
1.3. Mahram karena Penyusuan
• Ibu yang menyusui.
• Ibu dari wanita yang menyusui (nenek).
• Ibu dari suami yang isterinya menyusuinya (nenek juga).
• Anak wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita sesusuan).
• Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui.
• Saudara wanita dari ibu yang menyusui.
Ini berlaku untuk selama-lamanya meskipun terjadi kematian, perceraian ataupun pindah agama.

2. Mahram Ghoiru Muabbad
Adapun yang dimaksud dengan mahram ghoiru mu’abbadah adalah wanita-wanita untuk sementara waktu saja, namun bila terjadi sesuatu seperti perceraian, kematian, habisnya masa iddah ataupun pindah agama, maka wanita itu boleh dinikahi. Mereka adalah:
2.1. Wanita yang masih menjadi isteri orang lain tidak boleh dinikahi. Kecuali setelah cerai atau meninggal suaminya dan telah selesai masa iddahnya.
2.2. Saudara ipar, atau saudara wanita dari isteri. Tidak boleh dinikahi sekaligus juga tidak boleh berkhalwat atau melihat sebagian auratnya. Kalau isteri sudah dicerai maka mereka halal untuk dinikahi. Hal yang sama juga berlaku bagi bibi dari isteri.
2.3. Isteri yang telah ditalak tiga, haram dinikahi kecuali isteri itu telah menikah lagi dengan laki-laki lain, kemudian dicerai dan telah habis masa iddahnya.
2.4. Menikah dalam kesempatan dengan melakukan ibadah ihram. Bukan hanya dilarang menikah, tetapi juga haram menikahkan orang lain.
2.5. Menikahi wanita budak padahal mampu menikahi wanita merdeka. Kecuali bila tidak mampu membayar mahar wanita merdeka karena miskin.
2.6. Menikahi wanita pezina, kecuali yang telah bertaubat taubatan nashuha.
2.7. Menikahi wanita non muslim yang bukan kitabiyah atau wanita musyrikah, kecuali setelah masuk Islam atau pindah memeluk agama yahudi atau nasrani.

Konsekuensi Hukum Sesama Mahram
Hubungan kemahraman yang ada dalam daftar di atas, baik yang muabbad maupun yang ghairu muabbad, sama menghasilkan konsekuensi hukum lanjutan, selain tidak boleh terjadinya pernikahan. Di antaranya adalah:
1. Kebolehan berkhalwat (berduaan) antara sesama mahram
2. Kebolehan bepergiannya seorang wanita dalam safar lebih dari 3 hari asal ditemani mahramnya.
3. Kebolehan melihat sebagian dari aurat wanita mahram, seperti kepala, rambut, tangan dan kaki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar