Pages

Subscribe:

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Pages

Ads 468x60px

Search This Blog

Featured Posts

Sabtu, 04 Agustus 2012

Takut padaNya

Pengertian takut kepada Allah ta’ala

Mereka adalah produk atau hasil pengajaran para ulama korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi

Salah satu contoh penghasutnya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidiki dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah mengikuti tharikat-tharikat tasawuf.

Laurens mengupah ulama-ulama yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis buku buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis.

Contoh yang terkenal adalah penyalahgunaan perkataan Imam Syafi’i ra yang dikutip dari Manaqib Al Imam As Syafi’i yang ditulis oleh Imam Al Baihaqi yakni ungkapan “Jika seorang belajar tasawuf di pagi hari, sebelum datang waktu dhuhur engkau akan dapati dia menjadi orang dungu.” Penjelasan perkataan Imam Syafi’i ra tersebut telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/06/apakah-tasawuf/

Silahkan periksa kurikulum atau silabus pada perguruan tinggi Islam maka tasawuf adalah tentang ihsan atau tentang akhlak

Ahmad Shodiq, MA-Dosen Akhlak & Tasawuf, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengatakan dahulu di pesantren, pendidikan akhlak diajarkan bukan hanya level teoritis, tetapi praktis, sehari-hari, membentuk sub-kultur yang berbeda dengan hedonisme masyarakat luar pesantren.

Pendidikan akhlak (tasawuf) terlembaga, tidak dalam kurikulum formal, tetapi dalam tradisi wirid, keberanian mengutamakan motivasi keilahian diatas tarikan ego, menjadikan standar minimalis bagi materi, dan maksimalis bagi spiritualitas. Dan setelah itu, tidak perlu nilai : C, untuk mata pelajaran akhlak.

Pendidikan akhlak (tasawuf) merupakan dilema, antara jauhnya standar akhlak menurut kualitas hidup sufi, dengan angkuh sistem pendidikan. Dilema sistemik ini dipersedih oleh fakta bahwa para gurupun ternyata jauh dari standar akhlak, dalam sebuah ruang kelas, dimana para murid hanya mencari coretan nilai, atau sebatas titik absensi. Selengkapnya telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/06/07/pendidikan-akhlak/

Pada hakikatnya upaya kaum Zionis Yahudi menjauhkan kaum muslim dari tasawuf adalah dalam rangka merusak akhlak kaum muslim sebagaimana mereka menyebarluaskan pornografi, gaya hidup bebas, liberalisme, sekulerisme, pluralisme, hedonisme dan lain lain.

Rasulullah menyampaikan yang maknanya “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).

Firman Allah ta’ala yang artinya,

“Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia”. (QS Al-Qalam:4)

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21)

Imam Sayyidina Ali ra berpesan, “Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan akhlak mulia sebagai perantara antara Dia dan hambaNya. Oleh karena itu,berpeganglah pada akhlak, yang langsung menghubungkan anda kepada Allah”

Berikut kami kutipkan contoh apa yang mereka pahami dari potongan-potongan perkataan atau tulisan para ulama Sufi.

****** awal kutipan ******

An-Nafzi Ar-Randi dan Abu Thalib Al-Makki meriwayatkan dari Abu Hazim Al-Madani yang berkata:

“Aku malu kepada Tuhanku jika aku menyembah-Nya karena takut siksa. Kalau begitu, aku seperti orang jahat yang jika tidak takut, maka ia tidak akan… beramal. Aku juga malu kepada-Nya jika aku menyembah-Nya karena mengharap pahala-Nya, karena jika aku menyembah-Nya karena mengharap pahala-Nya maka dengan cara seperti itu aku seperti buruh yang jahat yang jika tidak diberi gaji maka ia tidak mau bekerja, namun aku menyembah-Nya karena cinta kepada-Nya.” (Ghautsu Al-Mawahibi Al-Aliyyati, AN-Nafzi Ar-Randi, Jilid I, hal. 242. Juga Qutu Al-Qulubi, Abu Thalib Al-Makki, Jilid II, hal. 56).

Muhammad bin Sa’id Az-Zanji pernah ditanya, siapa sebenarnya yang dinamakan ORANG HINA itu? Ia menjawab, Yaitu orang yang menyembah Allah karena takut dan berharap.” (Nafahatu Al-Unsi, Al-Jami, hal. 38)

[Semua perkataan di atas dikutip dari kitab Dirasat fi At-Tasawuf, Dr. Ihsan Ilahi Dhahir, Edisi Indonesia Darah Hitam Tasawuf, penerbit Darul Falah, Jakarta]

Perhatikan ini, wahai para sufi, siapakah orang yang dikatakan HINA oleh kalian itu…

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Aku adalah orang yang PALING TAHU di antara kalian tentang Allah, karena itu aku adalah orang yang PALING TAKUT di antara kalian kepada-Nya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

****** akhir kutipan ******

Dalam memahami perkataan atau tulisan para ulama Sufi sebaiknya mempergunakan ilmu Balaghoh karena apa yang mereka sampaikan adalah ungkapan kedekatan mereka kepada Allah ta’ala yang kadang dengan bahasa tulisan atau lisan sulit untuk diungkapkan.

Perhatikan kutipan yang dipermasalahkan oleh mereka

Muhammad bin Sa’id Az-Zanji pernah ditanya, siapa sebenarnya yang dinamakan ORANG HINA itu? Ia menjawab, Yaitu orang yang menyembah Allah karena takut dan berharap.” (Nafahatu Al-Unsi, Al-Jami, hal. 38)

Apakah kita tidak merasa hina di hadapan Allah?

Apakah yang dapat kita banggakan di hadapan Allah Azza wa Jalla?

Imam Sayyidina Ali ra berkata, “Saya heran terhadap orang yang sombong. Padahal dia berasal dari air yang hina dan akan menjadi bangkai. Sombong dapat menghalangi tambahan nikmat. Orang yang menyombongkan diri sendiri, akalnya sudah rusak. Rakus, sombong dan dengki merupakan kendaraan menuju lembah yang dipenuhi dosa”.

Perhatikan ungkapan syaikh Abu Hazim Al-Madani yang dikutip oleh mereka

“Aku malu kepada Tuhanku jika aku menyembah-Nya karena takut siksa. Kalau begitu, aku seperti orang jahat yang jika tidak takut, maka ia tidak akan… beramal. Aku juga malu kepada-Nya jika aku menyembah-Nya karena mengharap pahala-Nya, karena jika aku menyembah-Nya karena mengharap pahala-Nya maka dengan cara seperti itu aku seperti buruh yang jahat yang jika tidak diberi gaji maka ia tidak mau bekerja, namun aku menyembah-Nya karena cinta kepada-Nya.“

Sedangkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “aku adalah orang yang PALING TAKUT di antara kalian kepada-Nya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak mengatakan bahwa Beliau menyembah Allah ta’ala karena pahala atau menyembah Allah ta’ala karena takut kepadaNya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sembahlah Allah dengan senang hati. Jika kamu tidak mampu, maka hal yang terbaik bagimu adalah bersikap sabar menghadapi nasib yang tidak kamu sukai.“

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah manusia yang paling mencintai Allah ta’ala. Beliau menyembah Allah ta’ala karena mencintaiNya dan Allah ta’ala paling mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Oleh karenanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam paling takut kepada Allah ta’ala yakni takut untuk melakukan sesuatu yang dibenciNya atau yang dimurkaiNya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah manusia yang paling mulia, paling dekat dengan Allah ta’ala. Bersama beliau adalah kaum muslim yang telah meraih maqom (derajat) disisiNya yakni kaum muslim yang mendapatkan nikmat dari Allah ta’ala sehingga selalu berada di jalan yang lurus atau selalu berada dalam kebenaran.

Firman Allah ta’ala yang artinya,

”…Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki…” (QS An-Nuur:21)

“Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.” (QS Shaad [38]:46-47)

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu” (QS Al Hujuraat [49]:13)

“Tunjukilah kami jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka” (QS Al Fatihah [1]:6-7)

“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69)

Muslim yang terbaik bukan nabi yang mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah sehingga meraih maqom disisiNya dan menjadi kekasih Allah (wali Allah) adalah shiddiqin, muslim yang membenarkan dan menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifat. Bermacam-macam tingkatan shiddiqin sebagaimana yang diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/14/2011/09/28/maqom-wali-allah

Muslim yang bermakrifat atau muslim yang menyaksikan Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) adalah muslim yang selalu meyakini kehadiranNya, selalu sadar dan ingat kepadaNya.

Imam Qusyairi mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”

Jika belum dapat bermakrifat yakinlah bahwa Allah Azza wa Jalla melihat kita.

Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya (bermakrifat), maka jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya Dia melihatmu. (HR Muslim 11)Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS Al Faathir [35]:28)

Muslim yang ihsan atau muslim yang sholeh adalah mereka yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu memandang Allah dengan hatinya (ain bashiroh), setiap akan bersikap atau berbuat sehingga mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindari perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji dan mungkar hingga terbentuklah muslim yang berakhlakul karimah.

Wassalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar